Jumat, 07 Desember 2012

Payment Point Online

Kami menawarkan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dalam bentuk mitra Payment Point Online atau Peluang Usaha Buka LOKET RESMI dirumah atau ditempat usaha sebagai Tambahan usaha dan pendukung usaha melalui sebuah aplikasi kami di instal di komputer anda yang mampu melayani pembayaran secara online 7 hari kerja (Sabtu dan minggu) tetap bisa beroperasi. Sehingga dapat memudahkan dalam melakukan dan melayani transaksi pembayaran tagihan.

KENAPA MEMILIH CV. NARIYAH + ........ ???

Apa Keunggulan CV. NARIYAH+..... ???
Keunggulan CV. NARIYAH
  • Memiliki kantor sendiri
  • Customer Service untuk melayani Mitra Senin s/d Jumat pukul 08.00 s/d 17.00 dan sabtu pukul 08.00 s/d 12.00
  • punya tehnisi yang siap membantu kesulitan anda
  • Keuntungan Transaksi bulan ini, keuntungan akan masuk bulan berikutnya
  • Kemudahan dalam Deposit secara Real time melalui ATM Bersama atau melalui teller
  • Deposit minimal 500 ribu, Maksimal tak terbatas
Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di nomor
085295789174 atau 085724071822 
atau hubungi email "nawawi_moch@yahoo.co.id

Rabu, 21 November 2012

Bisnis Online

"Saya Akan Membuka Satu Satunya RAHASIA Terhebat Masa Kini Yang Telah Membuat Sedikit Orang Mendadak Dapat Puluhan Juta Rupiah Hanya Dengan Meng-klik Beberapa Kali Seminggu Saja… Pertama Kali Terbuka Untuk Diketahui Orang Indonesia!"


Ternyata Bisnis internet itu nggak sulit yah, Nih dia peluang Emass buat mendapatkan penghasilan jutaan perbulanya klik disini yah http://BersamaKitaSukses.com/?id=nawawi




Kamis, 26 Januari 2012

KUANTITATIF


Metode Penelitian Kuantitatif
A. Pengantar
Metode penelitian kuantitatif memiliki cakupan yang sangat luas. Secara umum, metode penelitian kuantitatif dibedakan atas dua dikotomi besar, yaitu eksperimental dan noneksperimental. Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi, subjek tunggal dsb. Sedangkan noneksperimental berupa deskriptif, komparatif, korelasional, survey, ex post facto, histories dsb.
Makalah ini membatasi pembahasan metode penelitian kuantitatif pada tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalah bagian dari noneksperimental, yaitu deskriptif, historis, dan ex post facto.
Ada beberapa istilah yang sering dirancukan di dalam penelitian. Istilah tersebut adalah pendekatan, ancangan, rencana, desain, metode, dan teknik. Di dalam makalah ini disinggung mengenai perbedaan istilah tersebut untuk didiskusikan dan dicarikan simpulan bersama-sama.
B. Pembahasan
1. Berbagai istilah di dalam penelitian
Secara umum, jenis penelitian berdasarkan pendekatan analisisnya dibedakan menjadi dua, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini lazim juga disebut sebagai pendekatan, ancangan, rencana atau desain.
Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penlitian. Dalam rancangan pereperencaan dimulai dengan megadakan observasi dan evaluasi rerhadap penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut.
Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi prose membuat prcobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variable, prosedur dan teknik sampling, instrument, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian.
Metode penelitian lebih dekat dengan teknik. Misalnya, penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Dengan kata lain, metode deskriptif tersebut dapat dikatakan juga sebagai teknik deskriptif.
2. Penelitian Deskriptif
2.1 Pengertian
Metode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli meamakan metode ini dengan nama survei normatif (normatif survei). Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan memilih hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Karenanya mentode ini juga dinamakan studi kasus (status study).
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar sehingga penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antarfenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitian deskritif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
2.2 Tujuan
Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
2.3 Ciri-ciri Metode Deskriptif
  • Untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.(secara harafiah)
  • Mencakup penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.
  • Secara umum dinamakan metode survei.
  • Kerja peneliti bukan saja memberi gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi :
    • menerangkan hubungan,
    • menguji hipotesis-hipotesis
    • membuat prediksi, mendapatkan makna, dan
    • implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan
    • Mengumpulkan data dengan teknik wawancara dan menggunakan schedule qestionair/interview guide.
2.4 Jenis-jenis Penelitian Deskriptif
Ditinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu, penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
  • Metode survei,
  • Metode deskriptif berkesinambungan (continuity descriptive),
  • Penelitian studi kasus
  • Penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas,
  • Penelitian tindakan (action research),
  • Peneltian perpustakaan dan dokumenter.
2.5 Kriteria Pokok Metode Deskriptif
Metode deskriptif mempunyai beberapa kriteria pokok, yang dapat dibagi atas kriteria umum dan khusus. Kriteria tersebut sebagai berikut:
  1. kriteria umum
    • Masalah yang dirumuskan harus patut, ada nilai ilmiah serta tidak terlalu luas.
    • Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan tegas dan tidak terlalu umum
    • Data yang digunakan harus fakta-fakta yang terpercaya dan bukan merupakan opini.
    • Standar yang digunakan untuk membuat perbandingan harus mempunyai validitas.
    • Harus ada deskripsi yang terang tentang tempat serta waktu penelitian dilakukan.
    • Hasil penelitian harus berisi secara detail yang digunakan, baik dalam mengumpulkan data maupun dalam menganalisis data serta serta study kepustakaan yang dilakukan. Deduksi logis harus jelas hubungannya dengan kerangka teoritis yang digunakan jika kerangka teoritis untukitu telah dikembangkan.
  2. Kriteria Khusus
    • Prinsip-prinsip ataupun data yang digunakan dinyatakan dalam nilai (value).
    • Fakta-fakta atupun prinsip-prinsip yang digunakan adalah mengenai masalah status
    • Sifat penelitian adalah ex post facto, karena itu, tidak ada kontrol terhadap variabel, dan peneliti tidak mengadakan pengaturan atau manupulasi terhadap variabel. Variabel dilihat sebagaimana adanya.
2.6 Langkah-langkah Umum dalam Metode Deskriptif
Dalam melaksanakan penelitian deskripif, maka langkah-langkah umum yang sering diikuti adalah sebagai berikut:
  1.  
    1. Memilih dan merumuskan masalah yang menghendaki konsepsi ada kegunaan masalah tersebut serta dapat diselidiki dengan sumber yang ada.
    2. Menentukan tujuan dari penelitian yang akan dikerjakan. Tujuan dari penelitian harus konsisten dengan rumusan dan definisih dari masalah.
    3. Menelusuri sumber-sumber kepustakaan yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan.
    4. Merumuskan hipotesis-hipotesis yang ingin diuji baik secara eksplisit maupun implisit.
    5. Melakukan kerja lapangan untuk mengumpulkan data, gunakan teknik pengumpulan data yang cocok untuk penelitian.
    6. Membuat tabulasi serta analisis statistik dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan. Kuranggi penggunaan statistik sampai kepada batas-batas yang dapat dikerjakan dengan unit-unit pengukuran yang sepadan.
    7. Memberikan interpretasi dari hasil dalam hubungannya dengan kondisi sosial yang ingin diselidiki serta dari data yang diperoleh dan referensi khas terhadap masalah yang ingin dipecahkan.
    8. Mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan serta hipotesis-hipotesis yang ingin diuji. Berikan rekomendasi-rekomendasi untuk kebijakan yang dapat ditarik dari penelitian.
    9. Membuat laporan penelitian dengan cara ilmiah.
Pada bidang ilmu yang telah mempunyai teori-teori yang kuat, maka perlu dirumuskan kerangka teori atau kerangka konseptual yang kemudian diturunkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis untuk diverivikasikan. Bagi ilmu sosial yang telah berkembang baik, maka kerangka analisis dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk model matematika.
3. Penelitian Historis (Historical Researc)
3.1 Pengertian dan Tujuan
Tujuan penelitian histories adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memferivikasi, serta mensistensiskan bukti-bukti untukmenegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Seringkali penelitian yang demikian itu berkaitan dengan hipotesis-hipotesis tertentu.
Contoh penelitian histories adalah studi mengenai praktek “bawon” di daerah pedesaaan di Jawa Tengah, yang dimaksud memahami dasar-dasarnya diwaktu yang lampau serta relevansinya untuk waktu kini; studi ini dimaksudkan juga untuk mentest hipotesis bahwa nilai-nilai social tertentu serta rasa solidaritas memainkan peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi pedesaan. Ciri yang menonjol dari penelitian histories adalah;
  1. Penelitian histories lebih bergatung pada data yang diobservasi orang lain dari pada yang diobsevasi oleh peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh kerja yang cermat yag menganalisis keotentikan, ketepatan, dan peningnya sumber-sumbernya.
  2. Berlainan dengan anggapan yang popular, penelitian haruslah tertib ketat, sistematis, dan tutas; seringakali penlitian yang dikatakan sebagai suatu penelitiaan histories hanyalah koleksi informasi-informasi yang tak layak, tak reliable, dan berat sebelah.
  3. Penelitian histories tergantung kapada dua macam data, yaitu primer dan datasekunder. Data primer dipoleh dari sumberprimer, yaitu si peneliti (peneliti) secara langsung meakukan observasi atau menyaksikan kejadian-kejadian yang dituliskan. Dan data sekunder diperoleh dan sumber skunder, yaitu peneliti melaporkan hasil obsevasi orang lain yang satu kali atau lebih telah lepas dari kejadian aslinya. Dianatara kedua sumber itu, sumber primer dipandang sebagai memiliki otoritas sebagai bukti tangan pertama, dan diberi prioritas dalam pengumpulan data.
  4. Untuk menentukan bobot data, biasa dilakukan dua macam kritik, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal menanyakan dokumen relic itu otentik, sedang kritik internal menanyakan apabila data itu otentik, apabila data otentik, apabila data tersebut akurat dan relevan. Kritik internal harus menguji motif, keberat sebelahan, dan keterbatasan si penulis yang mngkin melebih-lebihkan atau mengabaikan sesuatu da memberikan informasi yang terpalsu. Evaluasi kritis inilah yang menyebbkan penelitian histories itu sangat tertib-ketat, yang dalam bayak hal lebih disbanding dari pada studi eksperimental.
  5. Walaupun penelitian histories mirip dengan penelaahan kepustakaan yang mendahului lain-lain bentuk rancangan penelitian, namun cara pendekatan histories adalah tuntas, mencari informasi dan sumber yang lebih luas. Penelitian histories jga menggaliinformasi-informasi yang lebih tua dari pada yang umum dituntut dalam penelaahan kepustakaan, dan banyak juga menggali bahan-bahan tak diterbitkan yang tak dikutip dalam bahan acuan yang standar.
  1.  
    1. Langkah Pokok Untuk Melaksanakan Penlitian Histories Atau Rancangan Penelitian Historis
Definisi masalah. Ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada diri sendiri:
  1. Rumusan tujuan penelitian dan jika mungkin, rumuskan hipotesis yang akan memberi arahdan focus bagi kegiatan penelitian itu.
  2. Kumpulan data, denganselalu mengingat perbedaan anatara sumber primer dan sumber sekunder.
  3. Suatu keterampilan yangsangat penting dalam penelitian histories adalah cara pencatatan data: dengan system kartu atau dengan system lembaran, kedua-duanya dapat dilakukan.
  4. Evaluasi data yng diperoleh dengan melakukan kritik eksternal dan kritik internal.
4. Rancangan Ex Post Facto
4.1 Pengertian Ex Post Facto
Penelitian dengan rancangan ex post facto sering disebut dengan after the fact. Artinya, penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Disebut juga sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Dalam pengertian yang lebih khusus, (Furchan, 383:2002) menguraikan bahwa penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan dalam variable bebas terjadi karena perkembangan suatu kejadian secara alami.
Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang variabel-variabel bebasnya telah terjadi perlakuan atau treatment tidak dilakukan pada saat penelitian berlangsung, sehingga penelitian ini biasanya dipisahkan dengan penelitian eksperimen. Peneliti ingin melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu.
4.2 Perbandingan Antara Ex post Facto dengan Eksperimen
Dalam beberapa hal, penelitian ex post facto dapat dianggap sebagai kebalikan dari penelitian eksperimen. Sebagai pengganti dari pengambilan dua kelompok yang sama kemudian diberi perlakuan yang berbeda. Studi ex post facto dimulai dengan dua kelompok yang berbeda kemudian menetapkan sebab-sebab dari perbedaan tersebut. Studi ex post facto dimulai dengan melukiskan keadaan sekarang, yang dianggap sebagai akibat dari faktor yang terjadi sebelumnya, kemudian mencoba menyelidiki ke belakang guna menetapkan faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya.
Penelitian ex post facto memiliki persamaan dengan penelitian eksperimen. Logika dasar pendekatan dalam ex post facto sama dengan penelitian eksperimen, yaitu adanya variabel x dan y. Kedua metode penelitian tersebut membandingkan dua kelompok yang sama pada kondisi dan situasi tertentu. Perhatiannya dipusatkan untuk mencari atau menetapkan hubungan yang ada di antara variabel-variabel dalam data penelitian. Dengan demikian, banyak jenis informasi yang diberikan oleh eksperimen dapat juga diperoleh melalui analisis ex post facto.
Dalam penelitian eksperimen, pengaruh variabel luar dikendalikan dengan kondisi eksperimental. Variabel bebas yang dianggap sebagai penyebab dimanipulasi secara langsung untuk meminimalkan pengaruh terhadap variabel terikat. Melalui eksperimen, peneliti dapat memperoleh bukti tentang hubungan kausal atau hubungan fungsional di antara variabel yang jauh lebih menyakinkan daripada yang dapat diperoleh menggunakan studi ex post facto.
Peneliti dalam penelitian ex post facto tidak dapat melakukan manipulasi atau pengacakan terhadap variabel-variabel bebasnya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan dalam variabel-variabelnya sudah terjadi. Peneliti dihadapkan kepada masalah bagaimana menetapkan sebab dari akibat yang diamati tersebut. Furchan (383:2001) menyatakan bahwa dengan tidak adanya kemungkinan peneliti untuk melakukan manipulasi atau pengacakan.
Contoh perbedaan antara penelitian ex post facto dengan eksperimen adalah sebagai berikut. Sebuah penelitian berjudul Pengaruh Kecemasan Siswa pada Waktu Mengerjakan Ujian Terhadap Hasil Ujian Mereka dapat didekati dengan dua metode, yaitu eksperimen dan eks post facto.
1) Pendekatan Eksperimen
Dalam judul di atas terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam judul di atas adalah kecemasan siswa dan ujian nasional. Variabel terikatnya adalah hasil ujian.
Ciri dari penelitian eksperimen adalah adanya manipulasi terhadap variabel bebas. Dari kondisi di atas, variabel bebas dapat dimanipulasi menjadi cemas dan tidak cemas. Konkritnya, sebuah kelas terdiri dari kelas A dan B. Masing-masing kelas dimanipulasi kondisinya menjadi kelas A menjadi kelas yang cemas, sementara kelas B menjadi kelas yang netral (pengendali).
Pengkondisian kelas dapat dilakukan dengan memberikan sugesti kepada kelas A bahwa ujian yang diberikan akan berpengaruh terhadap kenaikan kelas. Artinya, siswa yang memiliki nilai yang rendah bisa dimungkinkan tidak naik kelas. Sementara kelas B dikondisikan netral. Dengan pengertian bahwa ujian di kelas B hanyalah untuk mengukur kemampuan pemahaman terhadap suatu kompetensi tanpa adanya pengaruh dari hasil dengan kenaikan kelas.
Setelah kelas sudah terkondisikan, maka diberikan soal dengan tingkat kuantitas dan kualitas kesulitan yang sama. Pada waktu yang bersamaan, lembar jawaban dikumpulkan bersama dan dilakukan pengoreksian terhadap hasil jawab dari kelas A dan B. Apabila terjadi perbedaan nilai, semisal, nilai kelas A lebih tinggi daripada kelas B, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kecemasan ternyata mampu meningkatkan nilai ujian. Anggapan lain, bahwa dengan adanya kecemasan membuat siswa semakin berpacu untuk mendapatkan yang terbaik.
2) Pendekatan Ex post Facto
Hal penting dalam pendekatan ex post facto adalah tidak adanya manipulasi terhadap variabel. Dalam kasus di atas, dapat didekati dengan ex post facto dengan melihat situasi kelas A dan B yang sebelumnya tidak diadakan manipulasi. Artinya, kelas tersebut berjalan secara alami. Misalnya, hasil ujian kelas A dan B menunjukkan perbedaan dari satu siswa ke siswa lainnya. Dari hasil tersebut, dilakukan klasifikasi antara siswa yang memiliki nilai tinggi dengan siswa yang memiliki nilai rendah. Kemudian dihubungkan antara kecemasan dengan hasil nilai. Misalnya ditemukan kesimpulan bahwa nilai di atas rata-rata dikerjakan oleh siswa yang memiliki kecemasan. Oleh karena itu, pengaruh kecemasan siswa memang berpengaruh terhadap hasil ujian, yaitu menjadi lebih baik.
Penelitian dengan menggunakan pendekatan ini tentu saja memiliki kekurangan. Dari kasus di atas dapat terlihat satu celah kelemahan bahwa bisa jadi adanya faktor ketiga selain kecemasan yang membuat nilai ujian meningkat. Hal ini dimungkinkan adanya faktor ketiga, yaitu kecerdasan. Selain kecemasan, bisa dimungkinkan bahwa kecemasan adalah situasi lain, sedangkan kecerdasan menjadi penunjang utama.
  1.  
    1. Kekurangan Pendekatan Ex Post Facto
Pendekatan ex post facto memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.
Oleh karena tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas, maka sukar untuk memperoleh kepastian bahwa faktor-faktor penyebab yang relevan telah benar-benar tercakup dalam kelompok faktor-faktor yang sedang diselidiki.
  1. Kenyataan bahwa faktor penyebab bukanlah faktor tunggal, melainkan kombinasi dan interaksi antara berbagai faktor dalam kondisi tertentu untuk menghasilkan efek yang disaksikan, menyebabkan soalnya sangat kompleks.
  2. Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda, tetapi dapat pula disebabkan oleh sesuatu sebab pada kejadian tertentu dan oleh lain sebab pada kejadian lain.
  3. Apabila saling hubungan antar dua variabel telah diketemukan, mungkin sukar untuk menentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.
  4. Kenyataan bahwa dua, atau lebih, faktor saling berhubungan tidaklah mesti memberi implikasi adanya hubungan sebab akibat.
  5. Menggolongkan-golongkan subjek ke dalam kategori dikotomi (misalnya golongan pandai dan golongan bodoh) untuk tujuan perbandingan, menimbulkan persoalan-persoalan, karena kategori-kategori itu sifatnya kabur, bervariasi, dan tak mantap.
  6. Studi komparatif dalam situasi alami tidak memungkinkan pemilihan subyek secara terkontrol. Menempatkan kelompok yang telah ada yang mempunyai kesamaan dalam berbagai hal kecuali dalam hal dihadapkannya kepada variabel bebas adalah sangat sukar.
  1.  
    1. Keunggulan Penelitian dengan Pendekatan Ex Post Facto
Metode ini baik untuk berbagai keadaan kalau metode yang lebih kuat, yaitu metode eksperimental, tak dapat digunakan. Apabila tidak selalu mungkin untuk memilih, mengontrol, dan memanipulasikan faktor-faktor yang perlu untuk menyelidiki hubungan sebab akibat secara langsung. Apabila pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas sangat tidak realistik dan dibuat-buat, yang mencegah interaksi normal dengan lain-lain variabel yang berpengaruh.
Apabila control di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian adalah tidak praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan atau dipertanyakan. Studi kausal-komparatif menghasilkan informasi yang sangat berguna mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan: apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada perurutan dan pola yang bagaimana, dan sejenis dengan itu. Perbaikan-perbaikan dalam hal teknik, metode statistik, dan rancangan dengan kontrol parsial, pada akhir-akhir ini telah membuat studi kausal komparatif itu lebih dapat dipertanggungjawabkan.
C. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga metode penelitian kuantitatif memiliki perbedaan jika ditilik dari tujuannya. Perbedaan tersebut tampak sebagai berikut.
  1.  
    1.  
      1.  
        1. Penelitan deskriptif yang biasa juga disebut dengan penelitian survay adalah penelitian yang mencoba Untuk membuat pencandraan/gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada suatu obyek penelitian tertentu
        2. Penelitian historis untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif,dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesakan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat
        3. Penelitian ex post facto bertujuan untuk melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu.

diambil dari internet


METODE  PENELITIAN  KUALITATIF

1.      Pendahuluan
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian  yang akan lebih  proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut                paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.  Dari segi peristilahan para akhli nampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua pendekatan ini, berikut akan dikemukakan penamaan  yang  dipakai  para akhli dalam penyebutan kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel  1 berikut  ini :

Tabel 1.
 Quantitative and Qualitative Research : Alternative Labels
Quantitative
Qualitative
Authors
Rasionallistic
Naturalistic
Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Outside
Inquiry from the inside
Evered & Louis (1981)
functionalist
Interpretative
Burrel & Morgan (1979)
Positivist
Constructivist
Guba (1990)
Positivist
Naturalistic-ethnographic
Hoshmand (1989)
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12) mengemukakan beberapa nama yang dipergunakan para ahli tentang metodologi  penelitian kualitatif yaitu: grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik . perbedaan tersebut dimungkinkan karena perbedaan titik tekan dalam melihat permasalahan serta latar brlakang disiplin ilmunya, istilah grounded research lebih berkembang  dilingkungan sosiologi dengan tokohnya Strauss dan Glaser (untuk di Indonesia istilah ini diperkenalkan/dipopulerkan oleh Stuart A. Schleigel dari Universitas California yang pernah menjadi tenaga ahli pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu soaial  Banda Aceh pada tahun 1970-an),  ethnometodologi lebih berkembang di lingkungan antropologi dan ditunjang  antara lain oleh Bogdan , interaksi simbolik lebih berpengaruh di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan oleh Blumer, Paradigma naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya memperoleh pendidikan dalam fisika, matematika dan  penelitian kuantitatif.
Secara lebih rinci Patton (1990 : 88) mengemukakan-penamaan-  macam-macam  penelitian kualitatif (Qualitative inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya  yang diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 1.
variety in qualitative Inquiry : Theoritical traditions
No
Perspektif
Akar Ilmu
Pertanyaan Utama
1
Ethnography
Anthropology
Apa kebudayaan masyarakat ini ?
2
Phenomenology
Philosophy
Apa struktur dan esensi pengalaman atas gejala-gejala ini bagi masyarakat tersebut?
3
Heuristics
Psikologi Humanistik                         
Apa pengalaman saya mengenai gejala-gejala ini dan apa pengalaman essensial bagi yang lain yang juga mengalami gejala ini secara intens ?
4
Ethnomethodology
Sosiology
Bagaimana orang memahami kegiatan sehari-hari mereka sehingga berprilaku dengan cara yang dapat diterima secara sosial ?
5
Symbolic interactionism
Psikologi sosial
Apa simbul dan pemahaman umum yang telah muncul dan memberikan makna bagi interaksi sosial masyarakat ?

6
Echological Psychology
Psikologi lingkungan
Bagaimana  orang-orang mencapai tujuan mereka melalui prilaku tertentu dalam lingkungan yang tertentu ?              
7
System theory
interdisipliner
Bagaimana  dan kenapa sistem ini berfungsi secara keseluruhan ?
8
Chaos theory: non -linier dynamics
Fisika teoritis : ilmu-ilmu alam
Apa yang mendasari keteraturan gejala-gejala yang tak teratur jika ada ?
9
Hermeneutics
Teologi, filsafat, kritik sastra
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan prilaku atau produk yang dihasilkan yang memungkinkan penafsiran makna ?
10
Orientaional, qualitative
Ideologi, ekonomi politik
Bagimana perspektif ideologi seseorang berujud dalam suatu gejala ?

Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah menjadi  istilah yang dominan dan baku, meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang   berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai  metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi  penelitian, umumnya  diakui terdapat dua paradigma utama dalam metodologi  penelitian yakni paradigma positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratif maupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun   dalam tataran praktis pelaksanaan  penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan.                                      
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun  secara esensial keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif  merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis).  Untuk lebih memahami landasan filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua aliran faham tersebut.
1.1. Positivisme
Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/ bersumber dari  pemikiran Auguste Comte seorang folosof  yang lahir di Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid dan teman-temannya antara lain  dari folosof inggeris John Stuart Mill (juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857. meskipun demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).
Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami  hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan  keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal  itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui)  alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan sepertti dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti  dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam metafisika.
  1.2. Fenomenologi
Edmund Husserl adalah filosof yang mengmbangkan metode Fenomenologi, dia lahir di  Prostejov Cekoslowakia dan mengajar di berbagai Universitas besar Eropa, meninggal pada tahun 1938 di Freiburg. Hasil pemikirannya dapat diselamatkan dari kaum Nazi, dengan membawa seluruh buku dan tulisannya  ke Universitas Leuven Belgia, sehingga kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh murid-muridnya. Diantara tulisan-tulisan pentangnya adalah : Logische Untersuchungen (Penyeliddikan-penyelidikan Logis) dan Ideen zu  einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie (gagasan-gagasan untuk suatu fenomenologi murni dan filsafat fenomenologi)
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan  untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan  melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi  antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu  : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu:  Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini  berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin
1.3. Perbandingan tataran Filosofis
Kedua aliran filsafat tersebut terus berkembang dengan dukungan prngikut-pengikutnya, yang dalam wacana metodologi penelitian telah mendorong lahirnya paradigma penelitian kuantitatif (positivisme) dan paradigma penelitian kualitatif (fenomenologi). Kedua paradigma pendekatan penelitian tersebut nampak sekali mempunyai asumsi/aksioma dasar filosofis dan paradigma  berbeda yang menurut Lincoln dan Guba perbedaan tersebut terletak dalam asumsi/aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu dengan tahu (yang diketahui), generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai, untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Dalam pandangan positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas merupakan suatu yang tunggal dan dapat dipecah-pecah  untuk dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang diteliti bisa dieliminasikan dari obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi.
Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme antara subyek peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang obyektif, sementara itu dalam pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, positivisme mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai agar dicapai obyektivitas konsep-konsep dan hukum-hukum sehingga tingkat keberlakuannya bebas tempat dan waktu, sedangkan dalam pandangan fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan perbandingan antara paradigma positivisme dan paradigma alamiah (fenomenologi) dengan mengacu pada pendapat Lincoln dan Guba, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah
No
Aksioma Tentang
Paradigma
Positivisme
Paradigma Alamiah/Kualitatif
1
Hakikat kenyatan
Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris
Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan me-rupakan   keutuhan
2
Hubungan pencari tahu dan yang tahu
Pencari tahu dengan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme
Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
3
Kemungkinan Generalisasi
Generalisasi atas dasar bebas-waktu dan bebas-konteks (pernyataan nomotetik)
Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan
4
Kemungkinan hubungan sebab akibat
Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya
Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempe-ngaruhi secara bersama-sama sehingga sukar mem-bedakan mana sebab dan mana akibat
5
Peranan nilai
Inkuirinya bebas nilai
Inkuirinya terikat nilai
(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
1.4. Perbandingan tataran Metodologis
Memahami landasan filosofis penelitian kualitatif dalam perbandingannya dengan penelitian kuantitatif merupakan hal yang penting sebagai dasar bagi pemahaman yang tepat  terhadap penelitian kualitatif, namun demikian bagi seorang peneliti penguasaan dalam tingkatan operasional lebih diperlukan lagi agar dalam pelaksanaan penelitian tidak terjadi kerancuan metodologis, dan penelitian benar-benar dilaksanakan dalam suatu bingkai pendekatan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis terrefleksikan dalam perbedaan metode penelitian, dimana positivisme dimanifestasikan dalam metode penelitian kuantitatif sedangkan fenomenologi dimanifestasikan dalam metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan ini sering diposisikan secara diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya untuk menggabungkannya baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun perbedaan antara metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai berikut  :
Tabel 3.
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No
Metode Kuantitatif
Metode Kualitatif
1
Menggunakan hiopotesis yang ditentukan  sejak awal penelitian
Hipotesis dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
2
Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal
Definisi sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
3
Reduksi data menjadi angka-angka
Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
4
Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian
Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
5
Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistik
Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
6
Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci)
Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
7
sampling random
Sampling purposive
8
Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal
Menggunakan analisis logis  dalam mengontrol variabel ekstern
9
Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias prosedur
Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
10
Menyimpulkan hasil menggunakan statistik
Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
11
Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis
Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
12
Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks
Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya 
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel &  Norman E. Wallen. 1993 : 380)

 

Blogger news

Blogroll

About

m